KONSEP
STRES DAN ADAPTASI
A.
Pengertian Stres dan Stresor
setiap
orang pernah mengalami stres, dan orang yang normal dapat beradaptasi dengan
stres jangka panjang atau stres jangka pendek hingga stres tersebut berlalu.
Stres dapat dijadikan stimulasi untuk pertumbuhan dan perkembangan, sehingga
dalam hal ini dapat dianggap positif atau bahkan perli. Meskipun demikian, stres
yang terlalu berat dapat mengakibatkan sakit, penilaian yang buruk, dan
ketidakmampuan untuk bertahan. Stres
dapat didefinisikan sebagai, “respon adaptif, dipengaruhi oleh karakteristik
individual dan/atau proses psikologis, yaitu akibat dari tindakan, situasi,
atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik dan/atau psokologis
terhadap seseorang” (Ivancevich dan Matteson, 1980 dalam Kreitner dan Kinicki,
2004)
claude
Bernard, 1867, (dalam Potter dan Perry, 1997) adalah salah seorang psikolog
pertama yang mengakui adanya dampak positif yang ditimbulkan sters. Menurutnya,
perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dapat menggangu fungsi
organisme sehingga penting bagi organisme tersebut untuk beradaptasi terhadap
stresor agar dapat bertahan. Stresor
merupakan stimuli yang mewakili atau memicu perubahan yang menimbulkan stres.
Stresor mewakili kebutuhan yang tidak terpenuhi, bisa berupa kebutuhan
fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, spiritual, dan sebagainya.
B.
Sumber Stresor
Faktor
yang menimbulkan stres, dapat berasal dari sumber internal (yaitu diri sendiri)
maupun eksternal (yaitu keluarga, masyarakat, dan lingkungan).
1.
Internal.
Faktor
internal stres bersumber dari diri sendiri. Stresor individual dapat timbul
dari tuntutan pekerjaan atau beban yang terlalu berat, kondisi keuangan,
ketidakpuasan dengan fisik tubuh, penyakit yang dialami, masa pubertas,
karakteristik atau sifat yang dimiliki, dan sebagainya
2.
Eksternal.
Faktor
ekternal stres dapat bersumber dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Stresor yang berasal dari keluarga disebabkan oleh adanya perselisihan dalam
keluarga, perpisahan orang tua, adanya anggota keluarga yang mengalami
kecanduannarkoba, dan sebagainya. Sumber stresor masyarakat dan lingkungan
dapat berasal dari lingkungan pekerjaan,
lingkungan sosisal, atau lingkungan fisik. Sebagai contoh, adanya atasan yang
tidak pernah puas di tempat kerja, iri terhadap teman-teman yang status
sosialnya lebih tinggi, adanya polusi udara dan sampah di lingkungan tempat
tinggal, dan lain-lain.
C.
Jenis Stres
Ditinjau
dari penyebabnya, stres dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis berikut:
1. Stres
fisik, merupakan stres yang disebabkan oleh keadaan fisik, seperti suhu yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah, suara bising, sinar matahari yang terlalu
menyengat, dan lain-lain.
2. Stres
kimiawi, merupakan stres yang disebabkan oleh pengaruh senyawa kimia yang
terdapat pada obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas, dan
lain-lain.
3. Stres
mikrobiologis, stres yang disebabkan oleh kuman, seperti, virus, bakteri, atau
parasit
4. Stres
fisiologis, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan fungsi organ tubuh,
antara lain gangguan struktur tubuh, fungsi jaringan, organ, dan lain-lain.
5. Stres
proses tumbuh kembang, merupakan stres yang disebakan oleh proses tumbuh
kembang seperti pada masa pubertas, pernikahan, dan pertambahan usia.
6. Stres
fisiologis atau fungsional, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan
situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan
diri, misalnya dalam hubugan interpersonal, sosial budaya, atau keagamaan.
D.
Model Stres
Akar
dan dampak stres dapat dipelajari dari sisi medis dan model teori perilaku.
Model stres ini dapat digunakan untuk membantu pasien menguasai respons yang
tidak sehat dan tidak produktif terhadap stresor. Model stres terdiri atas:
1. Model
Berdasarkan Respon
Model stres ini menjelaskan respons atau
pola respons tertentu yang dapat mengindikasikan stresor. Model stres yang
dikemukakan oleh Slye, 1976, menguraikan stres sebagai respons yang tidak
spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang dihadapinya. Stres ditunjukan oleh
reaksi fisiologis tertentu yang disebut sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrom-GAS).
2. Model
Berdasarkan Adaptasi
Model ini menyebutkan empat faktor yang
menentukan apakah suatu situasi menimbulkan stres atau tidak ( Mechanic, 1962),
yaitu:
1) Kemampuan
untuk mengatasi stres, bergantung pada pengalaman seseorang dalam menghadapi
stres serupa, sistem pendukung, dan persepsi keseluruhan terhadap stres.
2) Praktik
dan norma dari kelompok atau rekan-rekan pasien yang mengalami stres. Jika
kelompoknya menganggap wajar untuk membicarakan stresor, maka pasien dapat
mengeluhkan atau mendiskusikan hal tersebut. Respons ini dapat membantu proses
adapatasi terhadap stres.
3) Pengaruh
lingkungan sosial dalam membantu seseorang menghadapi stresor. Seorang
mahasiswa yang resah menghadapi hasil ujian akhirnya yang pertama dapat mencari
pertolongan dari dosennya. Dosen dapat memberikan penilaian dan selanjutnya
dapat memberikan referensi kepada asisten dosen tertentu yang menerutnya mampu
membantu kegiatan belajar mahasiswa tersebut. Dosen dan asisten dosen dalam
contoh ini merupakan sumber penurun tingginya stresor yang dialami mahasiswa
tersebut.
4) Sumber
daya yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor. Misalnya, seorang penderita
sakit yang kurang mampu dalam hal keuangan dapat memperoleh bantuan tunjangan
askes dari perusahaan tempatnya bekerja untuk kemudian berobat di rumah sakit
yang memadai. Hal ini mempengaruhi cara pasien untuk mendapatkan akses ke
sumber daya yang dapat membantunya mengatasi masalah stresor fisiologis.
3. Model
Berdasarkan Stimulus
Model ini berfokus pada karakteristik
yang bersifat menggangu atau merusak dalam hal lingkungan. Riset klasik yang
mengungkapkan stres sebagai stimulus telah menghasilkan skala penyesuaian ulang
sosial, yang mengukur dampak dari peristiwa-peristiwa besar dalam kehidupan
seseorang terhadap penyakit yang dideritanya (Holmes dan Rahe, 1976).
Asumsi-asumsi yang mendasari model ini adalah:
1) Peristiwa-peristiwa
yang mengubah hidup sesorangmerupakan hal normal yang membutuhkan jenis dan
waktu penyesuaian yang sama.
2) Orang
adalah penerima stres yang pasif; persepsi mereka terhadap suatu peristiwa
tidaklah relevan.
3) Semua
orang memiliki ambang batas stimulus yang sama dan sakit akan timbul setelah
ambang batas tersebut terlampaui.
4. Model
Berdasarkan Transaksi
Model ini memandang orang dan
lingkungannya dalam hubungan yang dinamis, resiprokal, dan interaktif. Model
yang dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman ini menganggap stresor sebagai
respons perseptual seseorang yang berakar dari proses psikologis dan kognitif.
Stres berasal dari hubungan antara orang dan lingkungannya.
E.
Faktor yang Mempengaruhi Respons
Terhadap Stresor
Respon
terhadap stresor yang diberikan pada individu akan berbeda, hal tersebut
tergantung dari faktor stresor dan kemampuan koping yang dimiliki individu.
Berikut akan dijelaskan secara singkat beberapa karakteristik stresor yang
dapat mempengaruhi respon tubuh.
1. Sifat
stresor
Sifat stresor dapat berubah secara
tiba-tiba atau berangsur-angsur dan dapat mempengaruhi respon seseorang dalam
menghadapi stres, tergantung mekanisme yang dimilikinya.
2. Durasi
stresor
Lamanya stresor yang dialami seseorang
dapat mempengaruhi respon tubuh. Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka
respons juga akan lebih lama, dan tentunya dapat mempengaruhi fungsi tubuh.
3. Jumlah
stresor
Semakin banyak stresor yang dialami
sesorang, semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh.
4. Pengalaman
masa lalu
Pengalaman masa lalu seseorang dalam
menghadapi stres dapat menjadi bekal dalam menghadapi stres berikutnya karena
individu memiliki kemampuan beradaptasi/ mekanisme koping yang lebih baik.
5. Tipe
kepribadian
Tipe kepribadian seseoang juga dapat
mempengaruhi respons terhadap stresor. Menurut Friedman dan Rosman, 1974,
terdapat dua tipe kepribadian, yaitu Tipe A dan Tipe B. Orang dengan tipe
kepribadian A lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan orang yang
berkepribadian B . tipe A memiliki ciri-ciri: ambisius, agresif, kompetitif,
kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung, mudah marah, memiliki
kewaspadaan yang berlebihan, berbicara dengan cepat, bekerja tidak kenalo
waktu, tidak mudah dipengaruhi, dan sulit untuk santai. Sedangkan tipe B
memiliki sifat kebalikan dari tipe A, antara lain lebih santai, penyabar,
tenang, tidak mudah marah/tersinggung, jarang kekurangan waktu untuk melakukan
hal-hal yang disukai, fleksibel, mudah bergaul, dan lain-lain.
6. Tahap
perkembangan
Tahap individu dapat membentuk kemapuan
adaptasi yang semakin baikterhadap stresor. Stresor yang yang dialami individu
beebeda pada setiap tahap perkembangan usia sebagaimana serlihat dalam tabel
2.1
Tahap
Perkembangan
|
Jenis Stresor
|
Anak
|
Konflik
kemandirian dan ketergantungan pada orang tua
Mulai
bersekolah
Hubungan
dengan teman sebaya
Kompetisi
dengan teman
|
Remaja
|
Perubahan
tubuh
Hubungan
dengan teman
Seksualitas
Kemandirian
|
Dewasa Muda
|
Menikah
Meniggalkan
rumah
Mulai bekerja\melanjutkan
pendidikan
Membesarkan
anak
|
Dewasa Tengah
|
Menerima
proses penuaan
Status sosial
|
Dewasa Tua
|
Usia lanjut
Perubahan pada
tempat tinggal
Penyesuaian
diri pada masa pensiun
Proses
kematian
|
Tabel
2.1
Jenis Stresor Berdasarkan Tahap Perkembangan
F.
Tahapan Stres
Menurut
Robert J. Van Amberg, 1979 (dalam Dadang Hawari, 2001), stres dapat dibagi
kedalam enam tahap berikut:
1. Tahap
Pertama
Meripakan tahap stres yang paling ringan
dan biasanya ditandai dengan munculnya semangat yang berlebihan, penglihatan
lebih “tajam” dari biasanya, dan merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih
dari biasanya (namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan dan timbulnya
rasa gugup yang berlebihan)
2. Tahap
Kedua
Dampak stres yang semula “menyenangkan “
mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan karena habisnya cadangan energi.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan antara lain merasa letih sewaktu bangun
pagi dalam kondisi normal, badan ( seharusnya terasa segar), mudah lelah
sesuadah makan siang, cepat lelah menjelang sore, serinng mengeluh lambung atau
perut tidak nyaman, jantung berdebar-debar, otot pungung dan tengkuk terasa
tegang, dan tidak bisa santai.
3. Tahap
Ketiga
Jika tahap stres sebelumnya tidak
ditanggapi dengan memadai, maka keluhan akan semakin nyata, seperti gangguan
lambung dan usus (gastritis atau maag, diare), ketegangan otot semakin terasa,
perasan tidak tenang, gangguan pola tidur (sulit untuk mulai tidur, terbangun
tengah malam dan sukar kembali tidur, atau bangun terlalu pagi dan tidak dapat
tidur kembali), tubuh terasa lemah seperti tidak bertenaga.
4. Tahap
Keempat
Orang yang mengalami tahap-tahap stres
di atas ketika memeriksa diri kedokter sering kali dinyatakan tidak sakit
karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Namun pada
kondisi berkelanjutan, akan muncul gejala seperti ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas rutin karena perasaan bosan, kehilangan semangat, terlalu
lel;ah karena gangguan pola tidur, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun,
serta muncul rasa takut dan cemas yang tidak jelas penyebabnya.
5. Tahap
Kelima
Ditandai dengan kelelahan fisik yang
sangat, tidak mampu mengerjakan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan
pada sistem pencernaan semakin berat, serta semakin meningkatnya rasa takut dan
cemas.
6. Tahap
Keenam
Tahap ini adalah tahap puncak, biasanya
ditandai dengan timbulnya rasa panik dan takut mati yang menyebabkan jantung
berdetak semakin cepat, kesulitan untuk bernafas, tubuh bergetar dan
berkeringat, dan adanya kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
G.
Cara Menilai Stres
Terdapat
beberapa cara untuk menilai stres, antara lain Skala Holmes dan Rahe, 1967,
beserta Skala Miller dan Smith, 1985.
a. Skala
Holmes dan Rahe
Skala ini menghitung jumlah stres yang
dialami seseorang dengan cara menambahkan nilai relatif stres, yang disebut
Unit Perubahan Hidup (life change
units-LCU), untuk berbagai peristiwa yang dialami seseorang. Skala ini
didasarkan pada premis bahwa peristiwa baik maupun buruk dalam kehidupan
seseorang dapat meningkatkan tingkat stresdan membuat orang tersebut lebih
rentan terhadap penyakit dan masalah kesehatan mental.
Pada skala tersebut terdapat sejumlah
peristiwa yang dialami seseorang selama 12 bulan terkahir. Beri tanda pada
peristiwa yang dialami, misalnya, seseorang yang mengalami perpindahan rumah
selama dua kali dalam 12 bulan terakhir, maka skornya adalah 2 x 20 = 40.
Selanjutnya seluruh nilai tersebut dijumlah untuk mengetahui berapa total nilai
stres.
Skor 250 atau lebih dianggap tinggi. Orang yang
memiliki toleransi rendah terhadap stres mungkin sudah melampaui tingkat stres
yang normal dengan skor 150. Skor 150 atau kurang memiliki kemungkinan 37%
untuk mengalami sakit yang serius. Jika skornya 150-300, kemungkinan tersebut
naik menjadi 51%. Diatas 300, kemungkinan mengalami sakit yang serius dalam dua
tahun ke depan akan naik menjadi 80%.
1. Kematian
pasangan hidup 100
2. Perceraian
dengan pasangan 72
3. Perpisahan
dengan pasangan 65
4. Dipenjara 63
5. Kematian
anggota keluarga dekat 63
6. Kecelakaan
atau jatuh sakit 53
7. Pernikahan 50
8. Dipecat
dari pekerjaan 47
9. Rujuk
dalam pernikahan 45
10. Pensiun 45
11. Perubahan
status kesehatan anggota keluarga 44
12. Kehamilan 40
13. Masalah
seksual 39
14. Kehadiran
anggota keluarga baru 39
15. Penyesuaian
pekerjaan/usaha 39
16. Perubahan
kondisi keuangan 38
17. Kematian
sahabat dekat 37
18. Pindah
kerja atau perubahan pekerjaan 36
19. Konflik
dengan pasangan 35
20. Pinjaman
dalam jumlah besar 31
21. Pelunasan
utang/hipotek 30
22. Perubahan
tanggungjawab di tempat kerja 29
23. Anak
meninggalkan rumah 29
24. Masalah
dengan ipar, mertua, menantu 29
25. Prestasi
yang luar biasa 28
26. Pasangan
mulai atau berhenti bekerja 26
27. Permulaan
atau akhir masa sekolah 26
28. Perubahan
kondisi tempat tinggal 25
(teman sekamar baru, renovasi rumah)
29. Perubahan
kebiasaan pribadi (diet, merokok) 24
30. Masalah
dengan atasan 23
31. Perubahan
kondisi atau jam kerja 20
32. Pindah
rumah 20
33. Pindah
sekolah 20
34. Perubahan
pola rekreasi 19
35. Perubahan
aktivitas keagamaan 19
36. Perubahan
aktivitas sosial 18
37. Pinjaman
dalam jumlah kecil 17
38. Perubahan
pola tidur 16
39. Perubahan
jumlah pertemuan dengan keluarga 15
40. Perubahan
pola makan 15
41. Berlibur
ke luar kota/ negeri 13
42. Sendirian
di hari libur 12
43. Pelanggaran
hukum ringan 11
Tingkat
stres:
Tidak
signifikan < 149
Rendah = 150-200
Sedang = 200-299
Tinggi > 300
Gambar 2.1
Skala
Holmes
b. Skala
Miller dan Smith
Beberapa aspek tertentu dari
kebiasaan,gaya hidup, dan lingkungan seseorang dapat menjadikannya lebih kebal
atau lebih rentan terhadap dampak negatif stres. Tingkat ketahan atau ketebalan
terhadap stres ini diukur dengan mengisi daftar 20 pernyataan berikut
1
= hampir selalu
2
= biasanya
3
= kadang-kadang
4
= hampir tidak pernah
5
= tidak pernah
1.
Saya makan makanan yang hangat dan berimbang
sedikitnya satu kali sehari
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
2.
Saya tidur 7-8 jam sedikitnya empat malam dalam
seminggu
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
3.
Saya memberi dan menerima kasih sayang secara
teratur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
4.
Saya memiliki sedikitnya satu orang kerabat yang
dapat diandalkan dalam jarak 75 km
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
5.
Saya melakukan olah tubuh sehingga berkeringat
sedikitnya dua kali seminggu
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6.
Saya merokok kurang dari setengah bungkus sehari
(bukan perokok = mapir selalu)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
7.
Saya minum kurang dari lima gelas minuman
beralkohol dalam seminggu (bukan peminum = hampir selalu)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
8.
Berat badan saya seimbang dengan tinggi badan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
9.
Saya memiliki penghasilan cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
10. Saya
memperoleh kekuatan dari agama/ keyakinan saya
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
11. Saya
menghadiri kegiatan klub atau sosial secara teratur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
12. Saya mempunyai
jaringan teman dan kenalan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
13. Saya mempunyai
sedikitnya satu orang sahabat yang dapat dipercaya dalam hal-hal yang
bersifat pribadi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
14. Kesehatan saya
baik (termasuk mata, telinga, dan gigi)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
15. Saya dapat
berbicara secara terus terang mengenai perasaan saya di saat marah atau
gelisah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
16. Saya
bercakap-cakap secara teratur dengan orang-orang yang tinggal bersdama saya
mengenai urusan rumah, seperti pekerjaan rumah sehari-hari dan masalah
keuangan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
17. Saya melakukan
sesuatu untuk bersenang-senang sedikitnya sekali seminggu
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
18. Saya mampu
mengelolah waktu dengan efektif
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
19. Saya minum
kurang dari tiga gelas cangkir kopi (atau minuman lain yang mengandung
kafein) seharri.
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
20. Saya
mengalokasikan waktu untuk berdiam diri dalam sehari
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Total
skor = _______-20 = ______poin
Skor
ketahanan Stres:
0-10 poin = memiliki ketahanan luar biasa terhadap stres
11-30 =
tidak terlalu rentan terhadap stres
31-50 =
cukup rentan terhadap stres
51-74 =
rentan terhadap stres
75-80 =
sangat rentan terhadap stres
Tidak ada komentar:
Posting Komentar